Resensi Novel Best Seller “Seribu Wajah Ayah” karya Nurun Ala

 Resensi Novel Best Seller “Seribu Wajah Ayah” karya Nurun Ala

 

 
 
LINK BELI BUKU : Link beli buku disini

Identitas buku
Judul buku : Seribu Wajah Ayah
Penulis buku : Nurun Ala
Tebal halaman : 134 halaman
Nama penerbit : PT Grasindo Anggota Ikapi
Tahun terbit : 2020
 
Sinopsis buku
    Malam ini, kamu dipaksa untuk menengok ke belakang sampai lehermu pegal. Kamu dipaksa untuk berkejar-kejaran dengan waktu untuk kembali memunguti potongan masa lalu. Beragam ekspresi wajah ayahmu seketika hadir membayang: bahagia, sedih, bangga, marah, murung, kecewa, dan aneka ekspresi lain yang kamu terlalu lugu untuk mendefenisikannya.
 
Meskipun begitu, kamu yakin betul, masih banyak wajah yang ia sembunyikan dihadapanmu. Juga, yang tak benar-benar kamu perhatikan karena kamu terlalu asyik dan sibuk dengan duniamu.
 
Ada sesal di sana, tentang ketulusan yang kamu campakkan.
Tentang rindu yang dibawa pergi. Tentang budi yang tak sempat-dan memang tak akan pernah-terbalas.
Seribu wajah ayah sekalipun yang kamu kenang dan ratapi malam ini, tak`kan pernah mengembalikannya.
 
 
***
 
    Novel best seller yang satu ini sangat berkesan bagiku. Pertama kali membaca buku ini tepat di halaman 3 nya saja sudah sangat menyayat hati. Penuh kisah haru perjuangan seorang ayah yang membesarkan anaknya seorang diri tanpa sosok ibu di hidupnya. Aku membeli buku ini di akhir tahun 2022, yah karena banyak sekali promo dan diskon di akhir tahun, hehe. Pertama melihat buku ini dengan label diskon 50%, sebenarnya tidak membuat hati ku tertarik untuk membelinya. Hanya saja, karena banyak sekali yang berburu diskon buku dan karena takut kehabisan stok buku yang diskon aku buru-buru check out dan alhasil memilih buku ini.
 
    Dari cover buku nya, sebelum aku membaca isinya menurutku buku ini terlalu misterius, sedih, sedikit kurang menarik/ membosankan dan pemilihan cover yang terlalu gelap. Tetapi, setelah membaca buku ini, di halaman kisah dari penulis dan prolog nya saja sudah sangat bagus, di luar ekspektasi ku dan sudah sangat menyayat hati. Pertama membaca bukunya saja sudah membuatku menangis. Untuk membaca buku ini saja aku harus menyendiri agar orang lain tidak melihat ku menangis tersedu-sedu karena membaca buku ini, hehe. Buku ini benar-benar bagus, pemilihan kata yang di gunakan sangat puitis dan membuat pembaca bisa merasakan langsung emosi-emosi yang ingin penulis kisahkan dalam bukunya. Tentang berbagai raut wajah ayah yang mungkin kita tak bisa artikan dengan benar.
Terlebih di awal kisah, kita sudah di suguhi betapa sedih kisah tokoh utama yang harus mendekap dalam kesendirian. Ia tak bisa lagi mendengar suara ayahnya, tak lagi bisa ia kecup punggung tangannya, dan ia tak lagi bisa melihat tatapan tulus sang ayah. Suatu penyesalan yang mendalam bagi tokoh utama.
 
    Ayahmu pergi saat kamu tak di sisinya. Ia pergi dalam kesendirian, menyusul ibumu yang sudah pergi lebih dari dua puluh tahun lalu ketika usiamu baru hitungan detik.
 
    Tokoh utama adalah anak piatu sejak usianya baru hitungan detik, dan kini ia mendekap dalam kesendirian dan menjadi anak yatin piatu. Sosok matahari dalam hidupnya sudah tiada ia jumpai lagi. Obat bagi kesedihan ayahnya kala ia di tinggal oleh istri tercintanya ternyata tak bisa membersamainya di saat terakhirnya di dunia. Berbagai penyesalan kini yang dirasakan oleh tokoh utama. Seribu wajah ayah sekalipun yang ia kenang dan ratapi malam ini, tak`kan pernah mengembalikannya. Ayahnya pergi menuju kehidupan yang kekal menyisakan tokoh utama yang diterpa berbagai rasa sesal.
 
    Dalam buku ini, sang tokoh utama mengenang kembali sosok ayah, membuka album foto yang di isi hanya sepuluh foto berisikan berbagai kisah ia dan sosok sang ayah. Yah, benar, album foto itu hanya berisi kisah mereka berdua. Bagi sang ayah, sosok istrinya tak dapat di gantikan oleh siapapun dan alhasil ia membesarkan anaknya seorang diri.
 
    Aku telah memutuskan untuk mencintaimu hingga akhir hayatku, dengan cinta yang tak terbatas bagai cahaya mentari. Dan dengan alasan apa pun, aku tak`kan pernah mencabut keputusan itu. Ini tekadku: janji seorang lelaki.”
 
    Ia besarkan dan rawat anaknya dengan penuh kasih sayang dengan perhatian penuh tercurah pada anaknya. Sang ayah merupakan lelaki melankolis. Ia didik anaknya sesuai ajaran yang nabi perintahkan. Merangkap menjadi sosok ibu bagi sang anak. Dan saat yang menyedihkan adalah saat tokoh utama sewaktu SD mendapat tugas membuat sebuah puisi untuk ibu. Bagaimana ia bisa menuliskan puisi untuk ibu dan membacakan puisi itu didampingi sang ibu, wajahnya saja ia hanya tahu dari foto. Tokoh utama sangat sedih dan kala itu sang ayah lagi-lagi dengan penuh kasih sayang memberi anaknya penjelasan dan selalu mengingatkan anaknya tentang arti kehidupan yang sebenarnya. Bagi sang anak, sosok ayahnya itu sudah lebih dari seorang ibu.
 
Ibuku adalah ayahku
 
Ayah memang bukan orang yang melahirkanku
Ayah juga tidak pernah menyusuiku
 
Tapi, setiap pagi
Ayah selalu menyiapkan sarapan untukku
Mengajari aku membaca
Membacakan kisah-kisah sebelum tidur
 
Ibuku adalah ayahku
 
Ayah membesarkanku seorang diri
Seperti matahari
Ayah memberikan cahaya untukku
 
Ibuku adalah ayahku
 
Aku sangat mencintai ayah
Kami akan ke surga bersama-sama
Menyusul ibu yang sudah menunggu di sana
 
 
 
    Pada lembar foto lainnya di album foto itu, sang tokoh utama berusaha mengingat-ingat kembali saat-saat lembar foto itu hendak di ambil. Melukis sosok ayah yang begitu penuh kasih sayang. Rasa penyesalan itu, benar-benar tak bisa ia hapus dan tak bisa mengembalikan sosok ayah yang ia sayangi. Terpecahkan sudah, cover buku yang terlalu gelap itu sebenarnya menggambarkan betapa sedih sang tokoh utama ketika kehilangan sosok mataharinya itu. Genap sudah sepuluh album itu membuat sang tokoh utama merasakan kesedihan yang bertubi-tubi.
 
    Kata Ustad Abdul Somad, “Kehilangan itu kata orang nanti dengan berjalannya waktu akan sembuh, itu bagi orang yang tidak merasa kehilangan, dia hanya membaca teori tentang kehilangan, sebenarnya sembuh itu tidak akan pernah ada bagi orang yang kehilangan, tapi Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lain.”
 
    134 halaman rasanya kurang untuk kisah haru ini, untuk tulisan penuh makna yang menguras berbagai emosi. Saya acungi 2 jempol untuk sang penulis, tulisan ini sangat keren menurut saya. Buku pertama yang saya baca di tahun 2023 ini. Sebelum membaca buku ini, saya sarankan teman-teman harus menyediakan tisu atau sapu tangan karena kisahnya benar-benar bagus dan mengharukan. Label buku “Best Seller” memang sudah menggambarkan buku ini sangat bagus. Personal Rate : 5/5. Sangat saya rekomendasikan.
 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review buku: Novel "Sunset Bersama Rosie" karya Tere Liye - Krasochnaya istoriya Zeyla

Review Novel Harga Sebuah Percaya_Karya Tere Liye - Krasochnaya istoriya Zeyla